PT PERUM ANGKASA PURA II HENTIKAN OPRASIONAL 19 BANDARA DI INDONESIA

JAKARTA KOMENTAR-Hari ini Jumat tanggal 24 April hingga 01 Juni  2020, 19 bandara di bawah pengelolaan PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II dihentikan sementara penerbangan penumpang, sebagai upaya mencegah penyebaran COVID-19.

Seperti dilansir dari jpnn.com, Vice President of Corporate Communication PT Angkasa Pura II Yado Yarismano Jumat (24/04/2020) telah menyampaikan pernyataan itu secara resmi. Yarismono menjelaskan, bahwa hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19.

“PT Angkasa Pura II tengah berkoordinasi dengan Kemenhub mengenai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis terkait Permenhub tersebut untuk kemudian kami akan menyesuaikannya dengan pola operasional di seluruh bandara,” katanya.

Pada periode itu, ia menambahkan AP II hanya melayani penerbangan kargo dan sejumlah penerbangan khusus.

“Pastinya, bandara tetap beroperasi untuk melayani penerbangan kargo dan sejumlah penerbangan khusus,” ujar Yado Yarismano

Operasional bandara tetap berjalan untuk melayani penerbangan pimpinan lembaga tinggi Negara Republik Indonesia dan tamu atau wakil kenegaraan dan perwakilan organisasi internasional.

Kemudian, operasional penerbangan khusus repatriasi (repatriasi flight) pemulangan WNI maupun WNA. Operasional penegakan hukum, ketertiban, dan pelayanan darurat.

Selain itu, operasional angkutan kargo (kargo penting dan esensial). Pesawat konfigurasi penumpang dapat digunakan untuk mengangkut kargo di dalam kabin penumpang (passenger atau cabin compartement) khusus untuk pengangkutan kebutuhan medis, kesehatan, dan sanitasi serta pangan.

Selanjutnya,operasional lainnya dengan seizin dari pemerintah dalam rangka mendukung percepatan penanganan Covid-19.

Saat ini PT Angkasa Pura II mengelola 19 bandara, yaitu Soekarno-Hatta (Tangerang), Halim Perdanakusuma (Jakarta), Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang), Kualanamu (Deli Serdang), Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru), Silangit (Tapanuli Utara). Raja Haji Fisabilillah (Tanjung Pinang), Supadio (Pontianak), Banyuwangi, Radin Inten II (Lampung), Husein Sastranegara (Bandung), Depati Amir (Pangkalpinang), Sultan Thaha (Jambi), HAS Hanandjoeddin (Belitung), Bandara Tjilik Riwut (Palangkaraya), Bandara Kertajati (Majalengka), Fatmawati Soekarno (Bengkulu), Sultan Iskandar Muda (Aceh), dan Bandara Minangkabau (Padang).

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mengingatkan pemerintah terkait kebijakan penghentian operasional maskapai penerbangan domestik dan luar negeri. Pasalnya, kebijakan itu dikhawatirkan bikin maskapai nasional bakal gulung tikar.

“Siap-siap airlines domestik Garuda, Lion Air gulung tikar. Dan kalau sudah gulung tikar akan sulit bagi airlines untuk bangkit kembali. Begitu juga usaha travel sudah pasti akan bangkrut juga,” ucap Arief.

Pernyataan itu merespons kebijakan pemerintah menghentikan penerbangan dalam dan luar negeri mulai hari ini, Jumat (24/04/2020), hingga 1 Juni 2020 mendatang, guna mencegah penyebaran virus corona (COvid-19).

Tidak hanya maskapai penerbangan dan travel, ketua umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu ini juga memikirkan bagaimana nasib ratusan ribu pekerja di sektor tersebut.

“Pasti akan ada ratusan ribu karyawan dan stake holder penerbangan yang akan jadi korban PHK. Kredit macet perbankan di sektor industri penerbangan juga akan terjadi. Ini dipastikan akan bisa berpengaruh besar terhadap perekonomian Indonesia,” lanjut Arief yang pernah bekerja di PT Merpati Nusantara.

Jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Jayabaya ini memandang, penyetopan operasional penerbangan itu tidak seharusnya dilakukan pemerintah. Biarkan saja tetap berjalan dengan catatan diikuti penerapan protokol kesehatan.
“Harusnya tidak perlu pesawat komersil di larang terbang, tetapi pengecekan di bandara diperketat dengan disiplin penuh saja untuk mencegah peredaran Covid-19. Semua pesawat harus disemprot disinfektan satu jam atau dua jam sebelum berangkat,” jelasnya.

Kalau dilarang seperti itu, tambah Arief, apalagi untuk kurun waktu satu bulan lebih. Itu akan memukul industri penerbangan nasional.(jose)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *