MANADO KOMENTAR-Langkah hukum terhadap kasus dugaan korupsi dana hibah Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) memasuki babak baru.
Pada Kamis, 7 Agustus 2025, Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Utara resmi melimpahkan lima tersangka ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara dalam pelimpahan tahap dua. Proses ini menandai berakhirnya penyidikan oleh Polda dan dimulainya penuntutan oleh Kejati.
Kelima tersangka yang kini berada dalam tahanan Kejati Sulut adalah adalah HA alias Hein Ketua Sinode GMIM Nonaktif, ST alias Steve Mantan Sekretaris Provinsi Sulut, AGK alias Gemmy Mantan Asisten III Pemprov Sulut, FK alias Fereydy Mantan Kepala Biro Kesra Pemprov Sulut, JK alias Jeffry Mantan Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah Pemprov Sulut.
Pelimpahan dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejati, yang berarti seluruh bukti dan persyaratan hukum telah terpenuhi untuk melanjutkan ke tahap persidangan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulut, Kombes Pol Winardy Prabowo, menegaskan komitmen pihaknya untuk terus mengawal jalannya proses hukum.
“Meskipun sudah P21 dan dilimpahkan, kami akan terus mengawal kasus ini hingga persidangan selesai,” ujar Winardy dalam keterangan pers.
Sebelum pelimpahan, kelima tersangka telah menjalani pemeriksaan kesehatan dan barang pribadi mereka diserahkan kepada keluarga. Saat ini, mereka ditahan di Rutan Kelas IIA Malendeng, Manado.
Kasus ini telah menjadi sorotan publik karena melibatkan dana hibah yang seharusnya digunakan untuk kepentingan keagamaan dan sosial. Dugaan penyalahgunaan dana oleh pejabat dan tokoh gereja telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, terutama jemaat GMIM yang merasa dikhianati oleh oknum yang seharusnya menjadi panutan.
“Kami berharap proses hukum ini benar-benar transparan dan adil. Jangan sampai kepercayaan masyarakat terhadap institusi keagamaan dan pemerintah semakin terkikis,” ujar salah satu warga jemaat GMIM.
Dengan pelimpahan lima tersangka ke Kejati Sulut, masyarakat kini menantikan proses persidangan yang terbuka dan berintegritas. Kasus ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga soal pemulihan kepercayaan publik terhadap institusi yang selama ini menjadi bagian penting dalam kehidupan sosial dan spiritual warga Sulawesi Utara. Keadilan yang ditegakkan secara transparan akan menjadi langkah awal untuk mengembalikan kepercayaan yang sempat terguncang.
(***)







