DARI SIARAN PERS HUMAS PGI DAN PEMBANTAIAN DI SIGI HINGGA OPERASI TINOMBALA

                 Foto Ist : Brigaldo Sinaga

PALU KOMENTAR – Jakarta, 28 November 2020 a.n Majelis Pekerja Harian PGI dalam surat siaran pers yang ditandatangani oleh Humas PGI, Philip Situmorang.

Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengutuk pembantaian 4 warga dan pembakaran sejumlah rumah warga serta satu rumah warga yang dijadikan tempat ibadah bagi warga Nasrani yang terjadi di Dusun Lewonu, Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Kejadian ini mempertontonkan perilaku barbar dan biadab yang harus dikecam oleh semua orang beradab.

MPH-PGI juga mengungkapkan belarasa dan keprihatinan yang mendalam kepada keluarga yang berduka, dan kepada segenap pelayan serta jemaat Gereja Bala Keselamatan di Desa Lemban Tongoa atas peristiawa yang terjadi pada Jumat (27/11/2020).

Terkait dengan peristiwa ini, kami menyerukan beberapa hal sebagai berikut;

Mendesak pemerintah dan aparat keamanan untuk sesegera mungkin mengusut tuntas kasus ini, menangkap dan menindak tegas para pelaku pembantaian biadab ini. Selain itu, perlu dikordinasikan tindakan cepat untuk memulihkan trauma keluarga korban dan masyarakat sekitar, serta memberikan jaminan keamanan dan ketentraman bagi masyarakat agar tidak ada lagi ancaman teror.Mengimbau masyarakat untuk tetap tenang, memelihara kerukunan dan persaudaraan, sambil sepenuhnya mendukung upaya pemerintah untuk menangani kasus ini.Mendorong peran tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk bersikap proaktif dalam penanggulangan gerakan ekstremisme yang melegalkan cara-cara terror yang sungguh menodai nilai-nilai luhur agama maupun kebangsaan.Mengajak gereja-gereja dan umat beragama lainnya untuk tekun berdoa agar tragedi kemanusiaan di Sulawesi Tengah segera terselesaikan, dan keluarga para korban serta masyarakat lainnya diberi kekuatan dan perlindungan.Mangajak setiap keluarga Kristen untuk menyalakan satu lilin Adven di awal rangkaian Minggu Adven yang menandakan bahwa harapan tak akan pernah pudar di tengah prahara, serta menaikan doa syafaat bagi para korban serta keluarga korban pembantaian di Dusun Lewonu, Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Kami terus mendoakan dan mendukung semua langkah dan upaya pemerintah untuk memelihara keamanan dan ketentraman masyarakat di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bebas dari aksi teror dan estremisme.

Demikian pernyataan pers kami sampaikan untuk menjadi perhatian pihak terkait dalam penyelesaian masalah pembantaian warga dan pembakaran Rumah ibadah di Desa Lembah Tongoa, Sulteng.

                 Foto Ist : Brigaldo Sinaga

Dalam tulisan Denny Siregar dengan judul. Pembantaian di Sigi dan Operasi Tinombala 

Operasi Tinombala dibentuk tahun 2016. 

Tujuan operasi yang melibatkan 3000an personil gabungan mulai Brimob, Kostrad, Marinir, Raider dan Kopassus, adalah menangkap teroris bernama Santoso. 

Santoso pada waktu itu adalah kepala Mujahidin Indonesia Timur atau MIT. Santoso mantan peserta pelatihan militer Jamaah Ansharut Tauhid atau JAT yang didirikan oleh Abu Bakar Baasyir.  Sesudah pelatihan militer itu digerebek pemerintah, personilnya menyebar kemana2 termasuk Santoso ke Poso, Sulawesi Tengah.

Di Poso inilah, Santoso mendirikan MIT. Dia tinggal dalam hutan dan membangun pasukan disana. Dia dan kelompoknya berbaiat kepada ISIS dan melancarkan perang pada pemerintah Indonesia.

Pengaruh Santoso sangat kuat dan dia juga sangat kejam. Santoso tidak segan menggorok leher warga sekitar jika mereka dicurigai sebagai informan, ataupun tidak memberi makan kepada anggotanya. Pembunuhan yang dilakukan Santoso dan kawan2 itu bagian dari pesan teror, supaya jangan ada warga yang berpihak pada pemerintah.

Pernah Santoso menyebarkan video penggorokan seorang kakek petani yang dilakukan anak buahnya. Tehnik teror ini memang mereka pelajari dari ISIS, untuk membangun ketakutan.

Juli 2016, Satgas Tinombala berhasil menembak mati Santoso. Bisa dibilang ini keberhasilan luar biasa, karena untuk memburu Santoso, Satgas harus masuk ke hutan lebat, ini daerah yang dipilih Santoso sebagai medan perangnya. 

Kalau pengen tahu seberapa sulitnya, sering-sering aja nonton film perang waktu pasukan Amerika masuk ke hutan Vietnam. Sulit dan sangat berbahaya. Bahkan korban gugur dari pihak aparat juga ada beberapa.

Santoso mati, tapi MIT tidak. Pemimpinnya sekarang bernama Ali Ahmad atau biasa dipanggil Ali Kalora. Sama dengan Santoso, Ali Kalora hidup di dalam hutan lebat. 

Kerjaan mereka juga meneror warga sekitar yang mayoritas petani. Mereka memaksa petani mengumpulkan makanan buat mereka. Dan kalau ada yang dicurigai, ditembak mati.

Pembantaian keluarga di Sigi, diyakini dilakukan oleh Ali Kalora dengan jaringan MITnya. Polanya sama. Mereka memenggal dan membakar. Hasil laporan sementara ini, karena keluarga itu melawan tidak mau memberi makan kepada kelompok teroris itu maka mereka semua dibantai.

Jadi, ini bukan urusan agama. Sama sekali bukan. Karena korban-korban Santoso dan Ali Kalora bukan hanya warga Kristen, petani2 disana yang mereka gorok dan bunuh banyak juga yang Islam.

Kejadian itu membuat Satgas Tinombala aktif kembali. Mereka kemudian mengejar Ali Kalora dan gerombolannya masuk ke dalam hutan. 

Semoga kepala Ali Kalora bisa dibawa pulang, sama dengan ketika Satgas membawa kepala Santoso untuk dihinakan..

Satu lagi. Jangan sebar foto2 pembantaian. Itu memang yang teroris inginkan. Supaya ketakutannya menyebar dan nama mereka makin besar. (Alpin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *