PN Tondano Tolak Eksepsi Rektor Unima, Babak Baru Gugatan PAMI Terkait Kasus Plagiat Dimulai

TONDANO KOMENTAR-Ketegangan menyelimuti atmosfer akademik Universitas Negeri Manado (Unima) yang berlokasi di Bukit Masarang, Tondano, Kabupaten Minahasa.

Meskipun telah beberapa bulan menjabat sebagai Rektor Unima periode 2025–2029, keabsahan Joseph Philip Kambey, Ph.D kini menghadapi tantangan serius melalui gugatan hukum.

Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa Pengadilan Negeri Tondano secara tegas menolak eksepsi kompetensi yang diajukan oleh pihak tergugat, yaitu Rektor Unima, serta turut tergugat Mendiktisaintek (Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi).

Keputusan ini menandai babak baru dalam upaya hukum yang dilakukan oleh Pelopor Angkatan Muda Indonesia (PAMI).

“Kebenaran dan keadilan harus diungkap secara terang menderang, karena menyangkut nama baik salah satu lembaga pendidikan terbaik di Sulawesi Utara,” ujar Kuasa Hukum PAMI, Randy Subagya, SH. MH.

Ia menegaskan bahwa gugatan tidak hanya menuntut pembatalan SK Mendiktisaintek yang menetapkan Kambey sebagai rektor, tetapi juga tuntutan ganti rugi sebesar Rp 25 miliar atas dugaan perbuatan melawan hukum. Kuasa hukum optimis Majelis Hakim akan berpihak pada upaya pemulihan integritas kampus.

Sementara KETUM PAMI, Romy JF Rumengan, turut angkat bicara terkait keputusan PN Tondano. Ia menyebut proses hukum ini sebagai kemenangan tahap pertama yang menegangkan, mengingat penundaan putusan telah terjadi empat kali sebelumnya.

“Kami bersyukur atas independensi majelis hakim dalam menjaga masa depan kampus Unima. Ini sejalan dengan visi Presiden RI Prabowo Subianto yang menginginkan institusi pendidikan dipimpin oleh figur berintegritas,” ujar Romy.

Ia lalu meminta perhatian dari Gubernur Sulawesi Utara, Jenderal TNI. Pur. Yulius Selvanus, selaku Dewan Penyantun Unima, agar ikut memantau dinamika yang berkembang demi menjaga marwah institusi pendidikan.

Dibalik gugatan hukum terhadap jabatan rektor kata Rommy, isu plagiarisme muncul sebagai salah satu indikasi pelanggaran etis yang disorot oleh publik dan kalangan akademisi. “Praktik plagiarisme tidak hanya mencoreng kredibilitas individu, tetapi juga berpotensi menurunkan kualitas institusi secara keseluruhan,”ungkapnya.

Dalam berbagai regulasi akademik nasional dan internasional, plagiarisme merupakan pelanggaran berat yang bisa berdampak pada pencabutan gelar, diskualifikasi jabatan, bahkan tuntutan hukum. Jika terbukti, pelanggaran tersebut dapat menjadi dasar kuat pembatalan jabatan rektor sesuai prinsip meritokrasi dan integritas akademik.

Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa tata kelola kampus tidak hanya bergantung pada kompetensi administratif, tetapi juga fondasi moral yang kuat. Perjalanan Unima untuk memastikan pemimpin yang bersih dan beretika sedang berlangsung, dan sorotan publik terhadap proses hukum ini menunjukkan pentingnya transparansi dalam dunia pendidikan.

JOppySEnduk

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *