BITUNG KOMENTAR, Menjelang penetapan Calon Terpilih Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati dalam Pilkada Serentak 2024, ada pernyataan menarik dari salah satu Advokat terbaik Sulut yang kini berkantor Pusat di Jakarta Dr (c) Michael Remizaldy Jacobus, S.H., M.H..
Ia menegaskan kalau saat ini Mahkamah Konstitusi bukan lagi Mahkamah Kalkulator yang terpaku pada angka ambang batas (electoral thershold) semata-mata, akan tetapi telah terdapat 2 (dua) putusan MK yang menegaskan keberpihakan MK sebagai penjaga Pilkada yang jujur dan adil, yakni membatalkan calon terpilih yang ditetapkan oleh KPU.
Adapun 2 (dua) Putusan MK adalah terkait Pilkada 2020 di Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Sabu Raijua dimana MK membatalkan calon terpilih dan memutuskan untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) secara menyeluruh karena Calon Terpilih melanggar UU Pilkada tentang persyaratan sebagai Calon.
“Calon Bupati Terpilih Sabu Raijua dibatalkan karena ternyata berwarga negara Amerika, sehingga telah melanggar ketentuan pilkada tentang persyaratan. Selanjutnya, Calon Bupati Terpilih Boven Digoel dibatalkan karena ternyata tidak memenuhi syarat jeda 5 tahun setelah menjalani hukuman.
Fakta ini menunjukan, bahwa selisih 2 % bukan jadi patokan lagi, jika terdapat pelanggaran-pelanggaran yang berakibatkan pada diskualikasi Calon tidak dibereskan secara adil dan konstitusional oleh KPU, Bawaslu, PTUN bahkan DKPP”, urai Jacobus.
Jacobus menambahkan, kedudukan MK saat ini benar-benar menjadi Penjaga Konstitusi dan Penjaga Esensi Pemilu yang Jujur dan Adil, sehingga setiap strategi Paslon dalam memenangkan pertarungan, dan juga komitmen para penyelenggara baik KPU maupun Bawaslu untuk konsisten menjaga jalannya Pilkada yang konstitusional, jujur dan adil akan menjadi garansi bagi Calon Terpilih untuk dapat mempertahankan kemenangannya.
“Walaupun ada celah untuk dibatalkan, namun bagi calon terpilih yang mengedepankan “permainan yang fair” (fair play), Saya kira tidak perlu kuatir akan dibatalkan MK, jika digugat. Akan tetapi bagi Paslon yang terzolimi oleh praktik-praktik kecurang Saya kira masih memiliki kesempatan untuk menegakan demokrasi yang konstitusional. Artinya, jika ada yang menggugat ke MK saya kira itu harus dipandang secara positif, bahwa yang dipersoalkan bukan persoalan kalah menang lagi, tetapi sebagai calon pemimpin yang berkontestasi, mereka punya tanggungjawab moral untuk menjaga tegaknya demokrasi yang sehat dimasa depan. Dan kebetulan medan tanding akhir saat ini disediakan oleh konstitusi yakni melalui Mahkamah Konstitusi”, pungkas kandidat doktor Fakultas Hukum Trisakti ini.
Pernyataan Jacobus, dimaksudkan juga untuk mewarning pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXII/2024 , jika ada anggota DPR atau DPRD terpilih yang sudah dilantik, seharusnya menyampaikan pengunduran dirinya sebagai syarat Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
Jika tidak, maka yang bersangkutan harusnya tidak memenuhi syarat, dan berpotensi dibatalkan jika terpilih.
Dan Putusan MK dimaksud juga sudah ditindaklanjuti oleh Peraturan KPU No. 8 Tahun 2024 dimana bagi Calon DPR atau DPRD Terpilih dan belum dilantik disyaratkan memasukan pemberitahuan pengunduran diri ke Partainya, konsekuensinya dia tidak lagi dilantik.
Akan tetapi jika pengunduran diri ke Partai sudah disampaikan dan yang bersangkutan tetap dilantik, maka berlaku syarat pengunduran diri sebagai Anggota Legislatif, dan jika tidak, maka berpotensi didiskualifikasi. (**)