SULUT KOMENTAR-Rapat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait APBD Perubahan Tahun 2025 antara Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sulawesi Utara dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi Sulut berlangsung panas pada Kamis (21/08/2025) do Kantor DPRD.
Sorotan utama datang dari Banggar DPRD yang terkejut melihat alokasi anggaran sebesar Rp17 miliar untuk pembangunan Museum Sulut. Menariknya Banggar tidak seirama dalam pembahasan tersebut.
Anggaran fantastis tersebut diajukan oleh TAPD dalam dokumen APBD Perubahan 2025, yang menurut sejumlah anggota Banggar, belum menjadi prioritas mendesak di tengah kebutuhan masyarakat yang lebih krusial.
Anggota Banggar Amir Liputo menyampaikan bahwa alokasi dana sebesar itu sebaiknya dialihkan untuk kepentingan masyarakat, khususnya desa-desa yang hingga kini belum tersentuh aliran listrik.
“Pembangunan museum perlu dipertimbangkan. Ada hal yang lebih penting, seperti penerangan desa dan kesejahteraan masyarakat,” tegas Liputo.
Ia mengusulkan agar pembangunan museum dilakukan dengan skema anggaran multi-years agar tidak membebani APBD Perubahan. Liputo juga menyinggung pentingnya renovasi irigasi di kawasan Bolmong Raya sebagai upaya mendukung swasembada beras di Sulawesi Utara.
“Masih ada delapan desa tanpa listrik, dan irigasi untuk persawahan sangat penting bagi ketahanan pangan kita,” tambah politisi senior tersebut.
Senada dengan Liputo, anggota Banggar Jeane Laluyan menilai bahwa pembangunan Museum Sulut belum mendesak. Ia menekankan bahwa anggaran perubahan seharusnya difokuskan pada program yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat.
“Siapa yang bisa menjamin museum akan menghasilkan pendapatan bagi daerah? Kalau masyarakat tahu ini diprioritaskan, kami di DPRD yang akan kena getahnya,” ujar Laluyan.
Ia mengingatkan bahwa kegiatan seperti pasar murah dan pengobatan gratis selalu disambut antusias oleh masyarakat, menandakan kebutuhan akan program langsung jauh lebih tinggi.
Disisi lain Anggota Banggar Cindy Wurangian mengingatkan bahwa DPRD dan Pemprov telah menandatangani nota kesepakatan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), yang memuat pembangunan museum sebagai bagian dari upaya meningkatkan indeks pembangunan kebudayaan Sulut.
“Kalau museum jadi dibangun, isi dan kurasinya harus diperhatikan. Libatkan sejarahwan dan antropolog agar benar-benar mencerminkan budaya Sulut,” jelas Wurangian.
Plt Sekretaris Provinsi Sulut sekaligus Ketua TAPD, Tahlis Gallang, menjelaskan bahwa penganggaran museum bertujuan sebagai stimulus untuk mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat pada tahun 2026.
“Kementerian menghentikan alokasi DAK karena daerah tidak menyediakan dana pendamping. Revitalisasi museum secara menyeluruh adalah syarat agar DAK kembali diberikan,” ungkap Gallang.
Ia juga menambahkan bahwa museum akan diarahkan sebagai sumber pendapatan asli daerah melalui sistem tiket masuk, serta menjadi bagian dari strategi peningkatan indeks kebudayaan yang telah ditetapkan dalam RPJMD Sulut 2025–2029.
Polemik anggaran Museum Sulut mencerminkan dinamika antara pembangunan simbolik dan kebutuhan dasar masyarakat.
Ditengah semangat melestarikan budaya, suara rakyat tetap menjadi kompas utama dalam menentukan arah kebijakan. Keputusan akhir akan menjadi cerminan dari keseimbangan antara visi jangka panjang dan urgensi sosial yang tak bisa ditunda.