SULUT KOMENTAR-Ketika hak dasar pekerja terabaikan, suara keadilan tak bisa diredam. Itulah yang terjadi dalam kasus para buruh proyek pembangunan outlet Mie Gacoan di kawasan Paniki Manado. Hingga kini, puluhan pekerja belum menerima gaji mereka, meskipun pembayaran proyek disebut telah dilakukan oleh pihak pemberi kerja.
Situasi ini mendorong Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Utara untuk turun tangan. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sulut, Louis Carl Schramm, menyampaikan sikap tegas lembaganya dalam menangani persoalan tersebut. Ia menyebut bahwa DPRD akan mengeluarkan rekomendasi agar para buruh melaporkan CV Revorma Kurnia ke pihak kepolisian, serta mendesak Dinas Tenaga Kerja untuk segera melakukan mediasi.
“DPRD akan memberikan rekomendasi kepada para buruh untuk melaporkan CV Revorma Kurnia ke kepolisian. Kami juga meminta Dinas Tenaga Kerja untuk turun tangan dan melakukan mediasi,” tegas Louis dalam pertemuan di ruang kerja Komisi IV,”Ungkap Louis Carl Schramm dalam rapat dengar pendapat yang digelar, Kamis (14/08/2025) di kantor DPRD Sulut.
Louis menilai kasus ini bukan sekadar keterlambatan pembayaran, melainkan mengarah pada dugaan penipuan dan penggelapan. Ia menjelaskan bahwa berdasarkan kontrak kerja, PT Pesta Pora Abadi (PPA) selaku pemberi proyek telah melakukan pembayaran, namun dana tersebut tidak diteruskan kepada para buruh oleh pihak pelaksana.
“Ini bukan hanya soal gaji yang terlambat. Kalau dana sudah dibayar tapi tidak sampai ke buruh, itu bisa masuk kategori pidana,” ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut, perwakilan buruh bernama Hasumin mengungkap bahwa laporan telah disampaikan ke Polsek Mapanget, namun belum ada tindak lanjut. Mendengar hal itu, Louis kembali menegaskan agar aparat kepolisian segera bertindak.
“Saya minta kepolisian jangan tinggal diam. Jangan sampai laporan hanya ditampung tapi tidak ditindaklanjuti. Hari ini juga harus ada pergerakan,” tegasnya.
DPRD juga meminta PT PPA untuk lebih aktif mencari solusi atas kerugian yang dialami para pekerja, meskipun secara kontraktual mereka telah menyelesaikan pembayaran. Ketegasan terhadap pihak ketiga, seperti kontraktor pelaksana proyek, dinilai sangat penting agar praktik serupa tidak terulang.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa perlindungan terhadap hak-hak pekerja harus menjadi prioritas dalam setiap proyek pembangunan. Ketika buruh dibiarkan tanpa kepastian, maka keadilan sosial sedang diuji.
Langkah DPRD Sulut menunjukkan bahwa negara tidak boleh abai terhadap suara mereka yang bekerja di lapisan paling bawah. Penegakan hukum harus berjalan, mediasi harus dilakukan, dan tanggung jawab semua pihak harus ditegakkan. Karena di balik setiap bangunan yang berdiri, ada tangan-tangan pekerja yang layak dihargai dan dilindungi.
JOppySEnduk