Notification

×

Iklan

Iklan

Kejaksaan Eksekusi Belasan Terpidana. Apa Kabar Kasus Rita Cs, Setelah 12 Tahun Mengendap. Adakah Mafia Hukum dibelakangnya ?

Selasa, 20 Agustus 2024 | 16:03 WIB Last Updated 2024-08-20T09:12:27Z


BITUNG KOMENTAR, Kejaksaan Negeri Bitung berencana mengeksekusi 5 Terpidana perkara Pidana Khusus (Pidsus) dan 10 Pidana Umum (Pidum), yang telah berkekuatan hukum tetap.


Menurut kejaksaaan, pelaksanaan ekksekusi (Eksekusie van Vonist in Incrach van Gewijsde) diantaranya ada terpidana Yang telah meninggal dunia. Diantara 15 terpidana tersebut telah ada yang meninggal dunia dalam proses penanganan perkara.


Terkait perkara pidana umum kejaksaan akan konfirmasi bukti surat kematiannya. Sedangkan untuk terpidana perkara korupsi yang telah meninggal dunia, akan dilakukan gugatan perdata kepada ahli waris akibat perbuatan terpidana tersebut guna mengembalikan kerugian keuangan Negara.

 

Kepala kejaksaan Negeri Bitung Dr. Yadin S.H.,M.H mengatakan,  pihak-pihak yang dipanggil untuk melaksanakan eksekusi agar bersikap kooperatif dalam proses dan tidak mencoba untuk melawan aparat. 


“ Penegakan Hukum ini kami lakukan untuk melaksanakan Tugas Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 270 Undang-Undang 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimana pelaksanaan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dilakukan oleh Jaksa". Pungkas Yadin dalam pernyataan resminya. 


Menurutnya Surat panggilan sudah dilayangkan, dan Kajari Bitung akan melakukan pencekalan dan menerapkan status buronan, kepada pihak yang berupaya menghindar.


Untuk itu lanjut Yadin, Kejaksaan juga telah menyiapkan personil keamanan dari Kepolisian maupun TNI apabila pihak-pihak terkait berupaya untuk menghambat proses eksekusi.


EKSEKUSI KASUS PEMECAH OMBAK ??


Diantara sekian banyak perkara Yang akan dieksekusi, salah satu yang menarik perhatian publik adalah eksekusi kasus Korupsi pemecah ombak wangurer (2008), yang melibatkan tiga terpidana yakni (RT) Alias Rita, (JT) Alias James dan (AW) Alias Albein. 


Apakah 1 diantara 5 terpidana Perkara Pidsus yang hendak dieksekusi Kejaksaan kali ini, termasuk para terpidana pemecah ombak ? 


Publik menunggu sikap Kejaksaan Negeri, pasalnya Pengadilan negeri / Perikanan Bitung pada awal april 2024 lalu, telah mempublikasikan berkas perkara pemecah ombak, secara terang benderang.


Hal itu dilakukan Pengadilan negeri, menyusul sejumlah tudingan publik bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) No : 1021 Tahun 2011 tersebut sudah hilang dan dimusnahkan. 


Pernyataan Lembaga Peradilan ini disampaikan Humas PN Bitung Christy Angelina Leatemia didampingi Panitera Marthen Mendila, Sekretaris PN Bitung Eva Mediary Feidonna, serta Panitera Muda Hukum Pidana Donny Audy Rumengan di Ruang PTSP, Rabu (17/4) tahun ini. 


PN Perikanan Bitung memastikan, berkas perkara pidana khusus (Pidsus) tersebut masih lengkap, tersimpan rapi di ruang arsip, teregistrasi, serta tidak pernah dimusnahkan.


“Bisa dilihat, berkas ada di atas meja ini adalah berkas perkara yang dimaksud dan diterima PN Bitung tahun 2009,” terang Christy Angelina Leatemia.


Pengadilan Negeri / Perikanan Bitung, pada kesempatan yang sama, juga memgungkap amar putusan para terpidana. Dimana masing2  di vonis majelis hakim kurungan penjara satu tahun lamanya plus denda masing masing 50 juta rupiah, subsider 2 bulan kurungan penjara.


Bahkan, Pengadilan Negeri Bitung telah mengungkap relass atau pemberitahuan resmi kepada Kejaksaan Bitung ketika itu, untuk menindak lanjuti putusan Mahkamah agung. 


Christy Angelina Leatemia, mengatakan sesuai prosedur maka pengadilan sudah menjalankan tugasnya. Melalui Ruddy Sumlang selaku juru sita dengan mengirimkan relass atau pemberitahuan kepada Kejaksaan Negeri Bitung dan Para terpidana, Pada Kamis 20 Januari 2011, atau 12 tahun silam.


“Ini kan inkracht. Juru sita juga sudah menyampaikan relass ke Kejaksaan Negeri Bitung dan diterima oleh Jaksa Penuntut Umum saat itu ditandatangani oleh Apris Ligua SH,“ jelas Christy Angelina Leatemia.


KEWENANGAN EKSEKUSI 


Bola liar penegakan hukum bergulir ke korps Adhyaksa, pasukan baju coklat yang kredibilitasnya dipertaruhkan. 


Meski telah dipublikasikan secara terang, namun Kejaksaan Negeri Bitung masih tarik ulur.  Akibatnya, hingga kini pelaksanaan eksekusi tidak dilaksanakan. 


Kejaksaan ketika itu, yang belum dipimpin Dr. Yadin SH MH, mengaku masih akan memeriksa berkas surat dan mengkonfirmasinya secara administrasi. 


“Kami belum bisa memberi pernyataan pers apakah sudah dieksekusi atau belum. Sebab kami sedang telusuri, dan ada waktunya nanti kami akan memberikan rilis berita,” ujar Kasi Intel Orchido Belamarga yang akrab dipanggil Chido kepada media. (25/8).


Menurutnya, relass perkaranya turun dari MA pada tahun 2012 silam. Hanya saja pihak kejaksaan masih menelusuri perkaranya seperti apa, itu harus jelas dan terang “ Ungkapnya ketika itu.


“Torang harus periksa semua persuratan di tahun itu. Surat masuk surat keluar semua harus torang cek. Jadi bukan mudah, apalagi torang semua di sini orang-orang baru semua,” Tambah Kasi Pidsus Ivan Roring seperti diberitakan Meja Hijau Edisi 26 April 2024. 


Sikap Tarik Ulur Kejaksaan ketika itu mendapatkan respon negatif dari sejumlah pegiat anti korupsi. 


Ketua Harian Lembaga Swadaya Masyarat (LSM) Inakor Sulut Rolly Wenas menilai sikap Kejaksaan kurang responsif terhadap penuntasan perkara pemecah ombak.


“Siapa berwenang menjalankan eksekusi terhadap putusan tetap itu, adalah tentunya Kejaksaan Negeri (Kejari) Bitung bukan lagi PN Bitung,” tandas , Rolly Wenas. 


REKAYASA TAHANAN KOTA


Simpang Siur eksekusi terpidana kasus pemecah ombak semakin menghadirkan rasa penasaran publik. Publik khawatir ada upaya rekayasa terhadap eksekusi para terpidana.


Berembus isu dimasyarakat, bahwa eksekusi pernah dilaksanakan. Dimana Ketiga terdakwa, terutama (RT) Rita, pernah ditahan dan ataupun pernah menjalani hukuman tahanan kota. 


“Selama bertugas saya tidak pernah dengar Ibu Rita masuk penjara. Kan kami satu kantor,” Ungkap Onde, Sumber dengan nama samaran ASN yang 14 tahun Dinas PUPR Kota Bitung, membantah ketika rumor pelaksakan eksekusi pernah ditanyakan, pada April lalu. 


“Sempat tahu karena pada waktu-waktu tertentu Ibu Rita ikut persidangan kasus proyek. Dan saya tahu ibu tidak pernah dipenjarakan,” pungkasnya.


Begitupula  informasi dari Lapas Kelas IIB Bitung, yang membenarkan jika Rita cs, belum pernah masuk dalam binaan Lapas tersebut.


“Saya sudah hampir pensiun di sini. Tidak pernah ada nama itu dibina oleh Lapas kami,” tutur salah seorang pegawai senior Lapas.  


Pun Ketua Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (AMAK) Sulawesi Utara, Sunny Rumawung yang melaporkan dan mengawal Korupsi Pemecah ombak sejak 2004.  mengatakan, setahu dirinya para terpidana belum pernah dieksekusi penjara oleh Kejari Bitung.


“Setahu saya tidak pernah dieksekusi. Kasus ini saya dan teman-teman LSM yang laporkan, sehingga kami tahu betul perjalanan kasus ini mulai di sidang di PN Bitung,” ungkap aktivis antikorupsi ini.


Diungkapkan Sunny, kasus ini heboh, karena sedari awal persidangan kasus sampai pada putusan dirinya sebagai pelapor bersama rekan-rekan LSM ikuti terus hingga putusan di Pengadilan. 


Menariknya Sunny Rumawung menyebut soal kemungkinan rekayasa eksekusi terhadap Rita Cs. Artinya belum dieksekusi kemudian berupaya di rekayasa sudah dieksekusi oleh pihak kejaksaan.


12 TAHUN MENGENDAP. MAFIA HUKUM TERLIBAT ?? 


12 Tahun terpidana kasus pemecah ombak bisa lolos dari eksekusi, menandakan bahwa ada persoalan dalam proses penegakan hukum. 


Hasil penelusuran Media, kasus pemecah ombak menjadi “ Mahal” karena melibatkan Rita T. Yang tidak lain Istri Walikota Bitung. Akibatnya, Diduga Tindakan eksekusi menjadi objek pemerasan dan kepentingan pribadi sejumlah oknum penegak hukum dan para Jurnalis serta LSM. 


Sumber Media yang enggan namanya disebutkan, mengakui oknum2 tertentu yang berhubungan perkara ini, diduga sering meminta jatah uang dan proyek kepada pihak yang berkepentingan. 


Bahkan, ada yang karena hubungannya dengan perkara tersebut ditemgarai menjadi pejabat pemerintah kota, serta menikmati kemudahan2 dari jaringan para terdakwa, yang berupaya untuk tidak dieksekusi. 


12 tahun diendapkan, menunjukan bahwa ada upaya untuk menghilangkan berkas, atau menyembunyikan putusan Mahkamah Agung tersebut. 


Siapakah yang terlibat ? 


Kehadiran Kepala Kejaksaan Negeri Bitung Dr. Yadin SH MH menjadi harapan baru bagi masyarakat Kota Bitung. Publik berharap penuntasan kasus ini menjadi tantangan bagi Yadin, yang dikenal sebagai jaksa musuh para koruptor ketika bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 


Disisilain, publik juga berharap penuntasan perkara korupsi tidak dihubung-hubungkan dengan proses politik yang tengah terjadi di Kota Bitung. (**). 


×
Berita Terbaru Update