Notification

×

Iklan

Iklan

Festival HAM Bitung Diwarnai Aksi Pencopotan baliho, INFID : Tindakan Serampangan dan Intimidatif

Senin, 05 Agustus 2024 | 14:02 WIB Last Updated 2024-08-05T06:02:14Z


BITUNG KOMENTAR, Penurunan Poster koalisi masyarakat sipil dilokasi festifal HAM di kota Bitung, mengundang protes dari pegiat HAM. Mereka menilai, tindakan yang dilakukan itu bagian dari pembungkaman terhadap kebebasan menyampaikan pendapat. 


Berikut petikan siaran pers dari INFID sebagai bagian dari penggagas festifal HAM. 


Upaya pembungkaman suara masyarakat terjadi di Festival Hak Asasi Manusia (Festival HAM) 2024 yang sedang berlangsung di Kota Bitung, Sulawesi Utara pada 29-31 Juli 2024.


Sebuah poster yang dipajang di booth eksibisi masyarakat sipil di lokasi Festival HAM, Kantor Pemerintah Kota Bitung, sebanyak 2 kali dicopot dan diturunkan oleh petugas yang terlihat menggunakan seragam. Poster itu bertuliskan “STOP PERAMPASAN LAHAN DI KELELONDEY OLEH TNI AD”. Peristiwa pencopotan poster ini terjadi di hari kedua gelaran Festival HAM 2024, yaitu pada Selasa, 30 Juli 2024. Saat para peserta sedang fokus mengikuti sesi di dalam ruang Sarundajang Pemerintah Kota Bitung, sejumlah petugas berseragam yang mengaku dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mendatangi booth dan langsung menurunkan poster tersebut. 


INFID sebagai penggagas Festival HAM mengecam tindakan pembungkaman ekspresi dan suara warga di acara yang menjunjung nilai-nilai hak asasi manusia ini. Kecaman ini juga datang dari koalisi masyarakat sipil, khususnya yang turut berpartisipasi dalam acara ini.


“Kami mengecam dan tidak membenarkan tindakan yang jelas-jelas melukai hak kebebasan berpendapat dan berekspresi warga ini. Sesaat setelah mendapatkan laporan ini, kami langsung menindaklanjutinya dengan menyampaikan kepada 3 mitra penyelenggara lainnya, yaitu Komnas HAM, KSP, dan Pemkot Bitung. Kami dengan tegas meminta agar poster dipasang kembali dan tidak ada lagi tindakan serampangan dan intimidatif dari aparat!” tegas Abdul Waidl, Program Manager HAM & Demokrasi INFID. 


Festival HAM merupakan forum dialog, diskusi, dan titik temu banyak pihak, utamanya warga dengan pemerintah, untuk membincangkan berbagai permasalahan HAM serta berbagi contoh-contoh baik pemenuhan HAM di berbagai daerah di Indonesia. Selain forum diskusi, Festival ini juga memberikan ruang bagi kelompok masyarakat sipil untuk berekspresi melalui booth yang telah disediakan oleh penyelenggara. Selain booth makanan dan produk Usaha Kecil dan Menengah (UMKM), terdapat beberapa booth dari organisasi masyarakat sipil yang berisi advokasi-advokasi yang mereka lakukan. Masyarakat sipil yang berpartisipasi antara lain Gerakan Perempuan Sulawesi Utara, Yayasan Cahaya Mercusuar Indonesia (YCMI), INFID, Swara Parangpuan, LBH Manado, AMAN Sulut, PUKKAT, YSNM, Sanubari, EJF, Jaringan Gusdurian, Save Sangihe Island, Laroma,  Kelola, Peruati, DFW, IMM Sulut, dan masih banyak lagi. Booth tersebut ditempel dengan berbagai macam poster yang menyuarakan perlindungan lingkungan, kesetaraan gender, masyarakat adat, termasuk poster yang bertuliskan “STOP PERAMPASAN LAHAN DI KELELONDEY OLEH TNI AD”. 


INFID dan koalisi masyarakat sipil sangat menyayangkan tindakan tersebut terjadi di acara yang seharusnya menjadi ruang aman bagi warga untuk bersuara. Padahal, dalam perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani oleh 4 lembaga penyelenggara, yaitu INFID, Pemkot Bitung, Komnas HAM, dan KSP, menyepakati bahwa acara ini harus bebas dari kekerasan, intimidasi, dan tindakan-tindakan lainnya yang mencoreng prinsip-prinsip HAM. 


“Kami gerakan masyarakat sipil yang hadir ke Festival HAM ini kecewa sekali. Datang ke sini juga untuk memberi penguatan kepada komunitas Kelelondey, yang wakilnya hadir di Festival ini untuk menuntut  keadilan, tapi poster yang dipasang di pameran sebagai ruang bebas berekspresi malah dicopot oleh aparat,” ungkap Ruth Ketsia dari Gerakan Perempuan Sulawesi Utara (GPS).


“Kami LBH Manado selaku pendamping hukum petani Kelelondey mengecam dengan keras penurunan poster ini. Poster tersebut merupakan bentuk aspirasi petani-petani Kelelondey yang hari ini masih berjuang dari upaya perampasan tanah yang dilakukan oleh TNI AD. Sebuah aspirasi yang disampaikan dalam forum festival HAM yang seharusnya memberikan jaminan kebebasan, dan ruang aman bagi para korban pencari keadilan.” ujar Yano dari LBH Manado.


“YCMI kecewa dengan adanya pelanggaran hak menyampaikan pendapat di depan umum yang terjadi di lokasi Festival HAM.” ungkap D Novian Baeruma, Ketua YCMI, organisasi masyarakat sipil dari Kota Bitung. 


“Festival HAM adalah ruang aman bagi masyarakat sipil untuk menyuarakan hak dan aspirasinya tanpa kekerasan. Tindakan penurunan poster aspirasi warga adalah tindakan yang  justru melanggar HAM. Tidak seharusnya terjadi penurunan poster yang merupakan bentuk dari suara rakyat.” cetus Listyowati, Ketua Pengurus Kalyanamitra, organisasi masyarakat sipil dari Jakarta yang turut berpartisipasi dalam Festival HAM.


“Kami meminta agar Pemerintah bisa menjadikan Festival HAM ini sebagai ajang refleksi dan menerima dengan baik suara-suara kritis masyarakat. Selain itu, kami juga mengajak seluruh warga untuk tidak gentar menyuarakan pendapatnya dengan kaidah-kaidah konstitusional yang berlaku,” tandas Waidl. 


Di luar itu, INFID tetap mengapresiasi berbagai upaya pemenuhan hak warga yang telah dilakukan oleh Pemkot Bitung. “Semoga di masa depan Pemerintah bisa memberi ruang aman untuk berekspresi, sehingga upaya-upaya yang sudah dilakukan akan berdampak lebih adil bagi semua warga,” lanjut Waidl.


Merespon cepat peristiwa ini, Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan juga langsung mendatangi pihak Pemkot Bitung, KODIM, dan Kepolisian setempat untuk memastikan Festival HAM bisa menjadi ruang aman untuk berpendapat dan berekspresi, serta tidak ada lagi tindakan represif dari pihak manapun. (**).


×
Berita Terbaru Update